Saturday, June 28, 2008

MYOB untuk Industri ? Kenapa Tidak
Oleh: Amelia Syarief
Data Buku
· Judul : Myob Premier; Petunjuk Praktis Pengoperasian Disertai Kasus Perusahaan Industri
· Penulis: Syarief Hidayat, SE
· Penerbit: Bina Informatika-Bandung
· Cetakan: I, 2007
· Tebal: 216 halaman

Perusahaan industri mempunyai karakteristik yang khas yakni adanya proses produksi. Karakteristik ini tidak ada pada perusahaan dagang atau jasa. Hanya pada perusahaan industrilah ada proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi yang kita kenal dengan istilah produksi. Di sinilah timbul masalah yaitu bagaimana mencatat biaya produksi yang terjadi. Apakah sebuah software akuntansi seperti Myob dapat diaplikasikan untuk perusahaan industri ? Jika Ya, bagaimana penerapan Myob untuk perusahaan industri agar menghasilkan informasi yang memadai ?
Itulah alasan yang mendasari Syarief Hidayat, SE untuk menulis buku ini. Memang ada buku yang memuat penerapan Myob untuk perusahaan industri, namun masih kurang tepat. Ada lagi sebuah buku yang mengulas penerapan Myob untuk perusahaan industri, namun rupanya penulisnya kurang menguasai akuntansi khususnya akuntansi biaya. Buku itu lebih menitikberatkan pencatatan untuk perusahaan assembling (perakitan). Sedangkan perusahaan industri tidak hanya perusahaan perakitan tetapi bermacam-macam seperti industri tekstil, kimia, pupuk bahkan perusahaan home industri seperti kerajinan atau makanan.
Selain itu buku tadi tidak menerangkan bagaimana mencatat unsur biaya langsung dan tidak langsung. Umumnya biaya produksi dibagi menjadi biaya langsung (direct cost), terdiri dari biaya bahan baku ( raw material) dan biaya tenaga kerja langsung (direct labor) dan biaya tidak langsung (factory overhead). Akibat tidak adanya pencatatan biaya produksi maka tidak akan ada laporan harga pokok produksi. Justru laporan inilah kunci informasi produksi.
Dari laporan harga pokok produksi dapat diketahui secara rinci biaya-biaya yang terjadi. Berdasarkan laporan ini juga dapat ditentukan harga pokok produksi untuk setiap unit yang dihasilkan. Tanpa adanya laporan harga pokok produksi, perusahaan industri malah kehilangan “ruh”-nya. Di sinilah letak pentingnya penguasaan ilmu yang mempelajari pencatatan transaksi keuangan yang terjadi di suatu perusahaan. Penulis membuat perumpamaan tentang masalah ini yang terdapat pada Kata Pengantar :
“Myob Accounting Software dapat dipelajari tanpa pengetahuan tentang akuntansi. Namun, hal itu ibarat Anda menjelajah rimba belantara tanpa disertai peta dan kompas.”
Fokus Kajian

Rupa-rupanya penulis menitikberatkan pembahasan pada perusahaan industri. Tapi jika dilihat dari judul buku, justru penerapan Myob untuk perusahaan industri merupakan pelengkap. Hal ini dapat kita lihat dari pembahasan mengenai perusahaan industri yang cukup komprehensif. Bahkan penulis memisahkan pencatatan untuk dua tipe produksi yaitu produksi berdasarkan pesanan (job order costing) dan produksi massa (process costing). Masing-masing jenis produksi ditulis dalam bab yang terpisah (bab 2 dan 3). Pemisahan kedua jenis produksi ini merupakan ide brilian karena seringkali orang keliru dalam mengimplementasikan akuntansi biaya pada perusahaan industri. Dalam dunia praktek sering ditemui pengaburan kedua tipe produksi ini. Seolah-olah tidak ada perbedaan antara produksi berdasar pesanan dan produksi massa. Hal ini terjadi mungkin karena kekurangpahaman akuntansi biaya atau tidak tahu bagaimana penerapan pencatatan ke dalam kasus sesungguhnya. Misalnya, sebuah perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan namun dalam pencatatan menggunakan metode untuk perusahaan yang berproduksi secara massa. Akibatnya tentu saja tidak tersedianya informasi yang diperlukan. Jika berproduksi berdasarkan pesanan tentu saja harga pokok untuk tiap jenis barang yang dihasilkan akan berbeda. Ini terjadi karena setiap pesanan berbeda spesifikasinya walaupun jenis barangnya sama seperti kaus misalnya. Kaus yang sama menggunakan jenis A dengan desain yang rumit sedangkan kaus lain dengan bahan B dan desain yang sederhana.
Pada bab 2 kita disuguhi dengan pembahasan implementasi Myob Premier untuk perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan. Pada prakteknya cukup banyak perusahaan seperti ini. Mulai dari perusahaan percetakan, tukang sablon, tukang jahit, meubel, pabrik tekstil, industri kerajinan tangan (hand made) dan sebagainya. Ciri-cirinya adalah tiap barang yang dihasilkan akan berbeda spesifikasinya tergantung pesanan. Juga tidak ada kesinambungan produksi (continuity) karena setelah produksi satu jenis barang biasanya diganti dengan yang lain. Spesifikasi barang yang akan diproduksi ditentukan oleh pemesan bukan oleh pembuat (pabrik).
Pembahasan kasus di bab 2 pada dasarnya dibagi menjadi 3 bagian yaitu setting, pencatatan transaksi dan pencatatan kasus khusus. Pada bagian setting diterangkan bagaimana merancang chart of account, merumuskan overhead pabrik yang ditentukan dimuka (predetermined overhead), setting preference dan saldo awal. Yang tak kalah menarik adalah uraian penyetingan Myob Premier jika digunakan lebih dari satu orang (multi user). Termasuk di dalamnya pembatasan akses dan wewenang.
Pada bagian berikutnya diulas bagaimana mencatat ke dalam Myob Premier biaya bahan baku langsung, upah langsung dan overhead. Termasuk di dalamnya bagaimana mencatat penyesuaian antara perkiraan overhead sesungguhnya dengan perkiraan overhead yang dibebankan (overhead applied). Selain tentu saja, penyesuaian yang umum seperti beban listrik, air, telepon dan penyusutan. Perbedaan dengan perusahan dagang atau jasa, penyesuaian beban tersebut terletak pada allocation account-nya karena harus dibebankan pada perkiraan overhead. Tidak ketinggalan juga diulas distribusi gaji dan upah.
Pada bab ini juga diuraikan bagaimana mencatat kasus khusus yang mungkin terjadi pada perusahaan dengan metode job order costing. Misalnya bagaimana jika terjadi hasil produksi yang cacat atau rusak. Juga bila ada grade dalam hasil produksi. Kemudian perlakuan jika produk cacat atau rusak itu dijual. Semuanya diterangkan cukup detil dengan berdasar pada kajian akuntansi biaya.
Pada bab 3 diuraikan bagaimana implementasi Myob Premier untuk perusahaan yang berproduksi massa (process costing). Contoh perusahaan ini adalah pabrik semen, pabrik permen, pabrik kecap, pabrik rokok dan sebagainya. Seperti pada bab 2 pembahasan bab 3 ini menggunakan pendekatan studi kasus.
Yang menarik pada bab 3 adalah penjelasan untuk perhitungan harga pokok barang jadi (halaman 197-198). Pada bagian ini diuraikan dengan gamblang perhitungan harga pokok barang jadi dan biaya konversi yang terjadi. Perhitungan seperti ini hanya akan ada pada perusahaan yang berproduksi secara massa tidak pada perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan. Kenapa dikatakan menarik, karena hanya pada buku ini yang mengulas sampai sejauh ini. Padahal, perhitungan harga pokok ini merupakan kunci pencatatan. Tanpa pola perhitungan seperti ini harga pokok produksi tidak akan akurat.
Bab 1 sebenarnya merupakan pelengkap namun dalam struktur penulisan merupakan bagian awal. Tapi sebenarnya hal ini dapat dimengerti. Mungkin tujuan penulis ingin menjelaskan pengoperasian Myob Premier untuk yang belum menguasainya.
Cara bertutur pada bab 1 juga cukup unik. Setelah keterangan singkat tentang Myob, pembaca diajak untuk mengenal pengoperasian Myob Premier secara praktis. Dimulai dengan cara membuat company file kemudian pembaca dipersilakan untuk berlatih membuat company file sendiri. Begitu juga dengan penyetingan dan transaksi. Dengan kata lain pembaca diberi keterangan tentang suatu menu yang terdapat dalam Myob Premier kemudian diberikan latihan agar pembaca dapat mencobanya sendiri.


Kritik

Buku yang cukup lengkap dan komprehensif ini bukannya tanpa kelemahan. Yang sangat terasa adalah minimnya teori akuntansi biaya. Memang untuk pembaca yang memahami dan telah mempelajari akuntansi biaya bukan merupakan halangan yang berarti. Namun bagi pembaca yang belum mendalami akuntansi biaya akan mengalami kesulitan. Walaupun tujuan penyusunan buku ini merupakan implementasi Myob Premier, alangkah baiknya disertai dengan teori dan kajian dari sudut pandang ilmu akuntansi biaya. Mungkin ini bisa jadi masukan bagi penulis agar buku ini benar-benar dapat dijadikan rujukan bagi siapa saja, baik yang sudah mempelajari akuntansi biaya maupun bagi yang belum mempelajarinya. Karena perlu diingat tidak semua pembaca tahu tentang akuntansi biaya, namun memiliki perusahaan industri. Apalagi perusahaan industri dengan skala kecil dan menengah seperti kerajinan tangan, garment, sepatu, tas dan sebagainya.
Selain itu struktur penulisan terutama di bab 2 diperbaiki dengan adanya sub bab. Dengan cara ini maka pembaca lebih mudah dan enak mempelajarinya.
Terlepas dari adanya kelemahan pada buku ini, satu hal yang patut diapresiasi adalah kejelian dan kedalaman pengetahuan penulis dari segi akuntansi biaya dan Myob Premier. Berbeda dengan penulis lain yang membuat buku serupa (penerapan Myob untuk perusahaan industri) namun tidak mengenai sasaran. Dengan adanya buku ini dapat memberikan gambaran bagaimana penerapan Myob Premier untuk perusahaan industri dengan kaidah dan teori akuntansi biaya.***

(penulis adalah staf pengajar di beberapa PTS di Bandung dan Myob Consultant; anggota Batic XV no.: 04032)

Dibalik Pilkada Jabar

Dibalik Pilkadal Jabar
Oleh: Syarief HSE


Satu, dua, tiga, empat. Begitulah seorang istruktur senam memberikan aba-aba. Pesertanya yang terdiri dari ibu-ibu, gadis remaja bahkan bapak-bapak tampak patuh mengikutinya.
Minggu pagi itu tampak tidak ada yang berbeda di Lapangan Tegallega, Bandung. Padahal hari Minggu itu merupakan hari dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat. Lapangan Tegallega yang sering dijadikan arena olahraga di hari Minggu itu tetap penuh. Seolah-olah Pilkada bukan hari istimewa dan tak berbeda dengan hari biasa.

Seorang pengunjung, Ibu Ai (54) mengaku tahu kalau hari itu merupakan pelaksanaan Pilkada. Namun tidak menghalangi niatnya untuk sekedar gerak jalan di hari yang cerah itu. Toh memilih bisa dilakukan setelah olah raga. Apalagi jadwal pencoblosan sampai jam satu siang sehingga ia merasa cukup punya waktu. Ketika ditanya tentang kriteria calon pilihannya, Ibu Ai mengharapkan pemimpin yang mampu memperbaiki perekonomian dan memperhatikan rakyat seperti dirinya.

Apa yang ada di benak Ibu Ai mungkin sama juga dengan pengunjung lainnya. Di salah satu pojok, terdengar celotehan anak baru gede yang mungkin baru pertama kali memilih. Mereka berdebat tentang siapa yang mau dipilih. Yang satu merasa jagoannya yang akan menang. Yang lain tidak terima dan merasa jagoannya yang paling hebat. Yang lain malah meledek temannya yang belum cukup umur untuk memilih.

Buat pedagang, kesempatan meraup untung di hari Minggu itu tidak disia-siakan. Apalagi keuntungan yang didapat bisa beberapa kali lipat dibanding hari biasa. Permainan anak-anak semacam korsel yang sering disebut odong-odong harganya dua kali lipat dari hari biasa. Jika hari biasa satu lagu cuma 500 perak, hari Minggu jadi 1000 rupiah. “Penyesuaian harga” ini tidak mengurangi minat anak-anak menaikinya. Jika satu odong-odong bisa memuat empat anak, berarti satu putaran atau satu lagu bisa mendapatkan 4 ribu rupiah. Jika satu lagu memakan waktu dua menit, dalam satu jam ia bisa mendapatkan 120.000. Angka yang lumayan besar mengingat kondisi ekonomi seperti sekarang ini.
Ida (50) yang berjualan gorengan, kopi dan rokok mengakui kalau di hari Minggu ia bisa mendapatkan omzet yang lumayan. Karena itu ia merasa sayang kalau tidak berjualan. Ketika ditanya tentang pilkada, Ida mengetahuinya, namun ia akan memilih setelah berjualannya selesai sekitar pukul 11. Mengenai omzet, Ida mengakui bisa mendapatkan sampai 200 ribu jika sedang beruntung.

Hal yang sama juga diungkapkan Nasikin (59) seorang pedagang lontong kari. Ia merasa tidak perlu terburu-buru untuk menghentikan aktivitas dagangnya hanya karena harus memilih. Pagi itu ditemani asistennya ia tampak sibuk melayani langganannya. Padahal ia mangkal tepat di depan Tempat Pembuangan Sampah Sementara Tegallega. Bau sampah tidak mengurangi selera pengunjung menikmati lontong kari buatan Nasikin yang memang enak rasanya. Berdasar pengakuannya hari Minggu merupakan hari hokinya. Namun, ia enggan untuk menyatakan dengan angka omzet yang diperolehnya. Tapi Nasikin bersemangat ketika diajak berbicara tentang pilkada. Menurutnya pemerintah masih kurang perhatian terhadap rakyatnya. Ia lalu memberikan contoh tentang konversi minyak tanah ke gas LPG. Menurutnya pemerintah kurang serius menangani konversi ini.

“ Masyarakat ‘kan banyak yang bodoh. Jadi tidak salah kalau takut pake kompor gas. Apalagi banyak kasus yang meledak. Seharusnya masyarakat diberi pelatihan dan ada pendampingan biar ngerti” ujarnya bersemangat.

Lalu ia bercerita kalau semalam ia bersama tetangganya membahas siapa yang pantas memimpin Jabar. Intinya mereka mengharapkan pembaharuan. Mereka berharap yang keluar sebagai pemenang pilkada adalah pemimpin yang mampu mengubah kondisi sosial ekonomi di Jabar. Pemimpin yang benar-benar memperhatikan rakyatnya. Pemimpin yang janji-janji selama kampanye benar-benar direalisasikan.
Bagaimana keadaan Tempat Pemungutan Suara (TPS) jika masyarakat masih sibuk dengan aktivitasnya di Minggu pagi ? Tidak jauh dari Lapangan Tegallega, sekitar pukul 9 pagi, di sebuah sekolah di Jalan Ibu Inggit Garnasih, sebuah TPS terlihat masih lengang. Menurut salah seorang petugas TPS, sesuai aturan TPS dibuka pukul 7 dan sudah ada beberapa warga yang menggunakan hak suaranya. Menurutnya TPS terkesan sepi karena TPS tersebut hanya diperuntukkan untuk dua RT. Jadi, tidak terlalu banyak warga memilih di tempat tersebut. Atau mungkin sebagian masyarakat memilih untuk bermalas-malasan di tempat tidurnya, mumpung hari libur.

Di luar Dugaan
Hasil Pilkada Jabar telah kita ketahui bersama. Pasangan Ahmad Heryawan dan Dede yusuf (Hade) memenangi kontes perebutan Jabar 1. Pasangan ini mengungguli pasangan incumbent Dani Setiawan – Iwan (Dai) dan Agum Gumelar-Nu’man (Aman). Hasil ini di luar perkiraan banyak pengamat. Bahkan dari jajak pendapat sebelum pemilihan, pasangan Aman lebih populer di mata masyarakat Jabar. Pasangan Aman juga didukung oleh paling banyak partai sehingga di atas kertas peluang unggul sangat besar. Begitu juga dengan pasangan Dai. Pasalnya, Dai yang didukung oleh partai Golkar dan Demokrat punya peluang besar menang karena Jabar dikenal sebagai basis Golkar.

Banyak pengamat menenggarai kekalahan Dai dan Aman disebabkan kurang memperhatikan pemilih yang memilih untuk pertama kali. Golongan ini tentu saja merupakan anak-anak muda yang berusia sekitar 17 – 23 tahun. Cara berpikirnya tentu berbeda dengan orang tuanya. Apakah di mata mereka figur Dede Yusuf lebih populer ? Ataukah mereka memang tidak menyukai figur Dai dan Aman ? Bisa jadi figur Dede lebih dekat dengan mereka. Bisa jadi golongan pemilih ini lebih menyukai pilihan yang mewakili mereka: muda, energik dan sedang berjuang untuk hidup yang lebih baik dibandingkan pasangan lainnya yang tergolong kelompok mapan dan status quo.

Pengamat lain mengatakan, kemenangan Hade merupakan fenomena pemilihan kepada daerah. Masyarakat sudah bosan dengan berbagai macam penderitaan. Di sisi lain upaya pemerintah tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Para elite politik sibuk dengan urusannya sendiri dengan mengabaikan hak-hak yang seharusnya diterima masyarakat.
Bisa jadi pendapat keduanya benar. Masyarakat ingin pemimpin yang dekat di hati masyarakat, bisa memperbaiki keadaan masyarakat dan tentu saja pemimpin yang peduli dan pro masyarakat bukan pada dirinya atau kelompoknya.***